BEBERAPA hari lalu sempat ada sebuah cuitan viral di X, yang menyebut di dunia praktik kerja ada premis umum, bahwa yang pandai menulis biasanya tak pandai kerja.
“Yg pandai cocot (bicara), biasanya tangan/skill lapangannya gak semanis cocotnya.”
Selain minim literasi, “kicauan” semacam ini menandakan pelakunya tak paham bahwa untuk bisa menghasilkan tulisan yang baik dan rasional dari sisi data dan tata bahasa, perlu kerja keras. Minimal punya skill riset dengan melalap beragam referensi, membaca dan berbahasa. Inilah yang disebut literasi.
Bagaimana bisa pandai bekerja, jika otaknya kosong? Tanpa membaca tak akan bisa menulis (yang baik), tanpa ada tulisan maka tak akan ada transfer of knowledge: sejarah musnah, peradaban pun ambruk.
Lihatlah para pemimpin besar dunia, umumnya penulis dan orator. Di antaranya Winston Churchill dari Inggris, Charles de Gaulle dari Prancis, Mahatma Gandhi dari India, atau di dalam negeri ada Proklamator Sukarno dan Hatta, serta saat ini, Presiden Prabowo Subianto.
Mereka ini gabungan antara a man of action dan a man of intellect. Kemampuan ini mereka dapat dari banyak membaca sehingga mampu dan terampil dalam, menulis, berbicara, menghitung, dan memecahkan masalah.
Pahlawan yang juga Bapak Pergerakan Nasional HOS Tjokroaminoto, berpesan, “Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar, menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator.”
Bagaimana menurut Anda? (ski)
INSPIRASI PAGI: Man of Action & Intellect
