MASUKNYA aktivitas jurnalistik dalam kegiatan pemerintahan sudah lama terjadi. Bahkan hal inilah yang menjadi cikal bakal munculnya media massa itu sendiri.
Hal ini bermula saat Julius Caesar memerintah Romawi (100-22 SM). Pemimpin yang menganut keterbukaan informasi ini menyadari, tiap keputusan yang diambilnya terkait kebijakan negara, harus diketahui rakyatnya.
Maka, jika sebelumnya dirahasiakan, kini keputusan diumumkan secara serentak di tiap kerumunan orang, seperti pasar, tempat pertunjukan sirkus atau gladiator, dengan membacakannya di depan khalayak ramai.
Yang membaca pengumuman ini dipilih orang-orang yang bersuara keras dan lantang, serta didahului dengan suara terompet atau gendang yang dibunyikan untuk menarik perhatian masyarakat.
Tak hanya itu, Julius Caesar memerintahkan untuk memasang papan pengumuman dari gips putih berisi berita mengenai Dewan Perwakilan Politik, serta Senat atau semacam Dewan Perwakilan Rakyat.
Papan pengumuman ini kemudian dikenal sebagai “acta diurna” yang berarti peristiwa sehari-hari. Sedangkan keputusan-keputusan senat ada bentuk papan pengumuman lainnya yang disebut “acta senatus”.
Akhirnya muncullah usaha swasta yang mengurusi penyebaran informasi tersebut. Kegiatan catat mencatat yang dilakukan oleh usaha swasta inilah yang lalu dianggap sebagai cikal bakal kemunculan istilah “jurnalistik”.
Dari kata “diurna” itulah kemudian berkembang menjadi “journal” dalam bahasa Prancis, yang akhirnya kini disebut “jurnalistik”.
Secara klasik, penulisan berita selama ini berpedoman pada 5 W + 1 H (what, when, where, why, who dan how). Bisa juga dikembangkan, “who” menjadi karakter, “what” menjadi plot, “when” menjadi kronologi, “why” menjadi motif, dan “how” menjadi narasi.
Bagaimana menurut Anda? (ski)
INSPIRASI PAGI: Media dan Pemerintah
