DI Tangerang Selatan, ada sebuah Museum Pustaka Peranakan Tionghoa. Yang menarik, pendirinya adalah seseorang berdarah Gayo, Aceh, yaitu Azmi Abubakar.
“Saya memang dari Aceh, tapi ketika kita menjadi bangsa Indonesia, maka sudah dipersaudarakan, dipersatukan bahkan. Kan nggak ada jarak lagi,” jelasnya.
Ide Azmi ini tampaknya juga pas diadopsi di Kepulauan Riau (Kepri), khususnya Kota Batam. Mengingat, sejak tahun 1700-an, orang-orang Tionghoa -umumnya suku Hakka dan Hainan- sudah datang ke Tanjungpinang, mengelola kebun-kebun gambir milik Kesultanan Riau.
Hingga kini, kontribusi warga Tionghoa sangat besar dalam memajukan daerah ini bersama anak bangsa yang lain. Tak hanya di bidang ekonomi, di Batam juga ada sosok pejuang Dwikora. Dia adalah Herman Thio, vetaran KKO (kini Marinir TNI AL).
Semua legacy, jejak sejarah, budaya, dan tradisi yang baik ini harus dijaga, dicatat, dan diarsipkan, agar tak menguap begitu saja ditelan zaman. Salah satunya dengan mendirikan museum, seperti yang dilakukan Azmi Abubakar di Tangerang, sejak 2011 lalu itu.
Semoga gagasan ini ada yang menyambut, agar generasi muda di Batam dan Kepri akan dapat menyelami dan mempelajari bagaimana napas Tionghoa, mendampingi perjalanan bangsa hingga saat ini.
Bagaimana menurut Anda? (ski)
INSPIRASI PAGI: Museum Pustaka Tionghoa
