INSPIRASI PAGI: Pantang Surut ke Belakang

PARA pemimpin besar selalu memiliki keberanian menjalankan sebuah prinsip. Apapun risikonya akan diambil. Tentu disertai dengan kearifan dan perhitungan yang matang.

Masyarakat Bugis-Makassar punya pepatah (atau lebih kepada prinsip, red), “Kualleangi tallanga natowalia.” Arti sebenarnya adalah “Lebih kupilih tenggelam (di lautan) daripada harus kembali lagi (ke pantai).” Terjemahan bebasnya adalah: “Sekali layar terkembang pantang biduk surut ke pantai.”

Julius Caesar sekitar tahun 39 sebelum Masehi, juga punya tekad semacam ini. Katanya, “Alea iacta est!” Maknanya, dadu sudah dilempar, perang harus dilanjutkan. Kalimat powerful tersebut sangat terkenal hingga kini.

Awalnya, usai memenangi perang kolosal melawan suku Galea, Julius Caesar berniat menaklukkan wilayah Italia yang dipisahkan Sungai Rubicon.

Senat khawatir, kalau Julius Caesar semakin berjaya, popularitasnya mengancam Senat. Mereka lalu memerintahkan agar kembali ke Roma tanpa membawa pasukan.

Julius Caesar menghadapi pilihan politik dilematis. Akhirnya, ia memutuskan menyeberang Sungai Rubicon, sembari berkata, “Alea iacta est”. Kisah ini berlanjut. Julius Caesar menang perang dan menjadi awal Kekaisaran Romawi, menggantikan Republik Romawi.

Ah, jadi teringat lagi potongan tulisan Buya Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), dalam novel “Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck”.

“Anak lelaki tak boleh dihiraukan panjang. Hidupnya ialah buat berjuang. Kalau perahunya telah dikayuhnya ke tengah, dia tak boleh surut palang, meskipun bagaimana besar gelombang. Biarkan kemudi patah, biarkan layar robek, itu lebih mulia daripada membalik haluan pulang.”

Bagaimana menurut Anda? (ski)

BACA JUGA:  INSPIRASI PAGI: Influencer Cerdas

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *