22 September 2023

Kabar Baik dari Batam

Haru dan Bahagia Membuncah, kala Dua Penyair Ini Bertemu

Pagi itu Wakil Walikota Batam H Amsakar Achmad (HAM) bahagia luar biasa. Norham Abdul Wahab, sahabat yang juga penyair senior yang sekian lama menghilang, menjelma di hadapannya. Norham jabat dan peluk badan lelaki asal Lingga itu, bagai tak ingin berpisah lagi.

Peristiwa ini terjadi di halaman kafe Morning Bakery, Greenland, Batam Center, selepas menghadiri sarapan bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah, usai upacara peringatan hari Sumpah Pemuda, Senin, 28 Oktober 2019.

Bagi yang belum tahu, di kalangan “rimba persilatan” para pujangga Kota Batam, bahkan Kepulauan Riau, selama ini HAM dikenal sebagai seorang penyair pilih tanding.

Karya-karyanya kerap tampil di panggung sastra, baik dibacakan dirinya sendiri atau orang lain.

Puncaknya, Minggu, 29 Oktober 2017 lalu, HAM melancarkan dan bedah buku puisi karyanya berjudul “Sung Sang Penyair 1/2 Jadi”, yang dia tabung sejak tahun 1991.

Acara yang diselengarakan di Gedung Lembaga Adat Melayu (LAM) Kota Batam, juga diisi dengan penampilan yang kental akan seni budaya melayu dan ditambah dengan persembahan puisi dari berbagai tamu yang hadir di antaranya Ketua LAM Kota Batam Nyat Kadir yang juga anggota DPR RI.

“Ia menggugah, marah, gelisah dan berkeluh kesah. Kadang, ia benci dan penuh caci maki. Walau di balik itu, kadang ia pun bisa lebay, gemulai dan aduhai. Ia bisa santun, kalem, lembut, bahkan terkadang nakal dan binal, selalu mencubit tanpa menggigit dan meninggalkan rasa sakit. Pokoknya puisi dapat dimaknai sebagai harmoni sekumpulan kata yang bekerjasama untuk menggoda rasa,” begitulah salah satu isi buku suami Erlita Sari Amsakar ini.

Dari sini kita sudah dapat latar belakang mengapa HAM tenar di kalangan sastrawan di kota ini.

Sedangkan Norham Abdul Wahab, dulu dikenal juga dengan nama Norham Wahab, merupakan alumni Fakultas Sastra (Sekarang FIB) UGM Yogyakarta ini lahir di Bengkalis, Riau. Karya cerpen, puisi, esai dan tulisan kolomnya pernah dimuat di berbagai media massa dan buku antologi bersama.

Buku kumpulan cerpennya “Ulat Perempuan Musa Rupat” diterbitkan Yayasan Sagang Intermedia, Pekanbaru (Februari, 2018). Sedang buku puisi “Preman Simpang“ diterbitkan TareSl Publisher, Jakarta (Juni, 2018).

Norham menghilang cukup lama, karena jurnalis senior ini kini aktif di jalan dakwah wa tabligh, sambil menjalankan sejumlah perniagaan.

Kini Norham Iebih banyak menghabiskan waktu di sebuah desa kecil tidak jauh dari Gunung Lawu: Desa Temboro, Kecamatan Karas, Kabupaten Magetan, Jawa Timur. “Sebuah kampung ‘Madinah Indonesia’, kampung idaman yang indah dan nyaman, untuk beribadah dan berkarya,” katanya.

Nah, dari sini cukup sudah menggambarkan betapa sakralnya pertemuan HAM dan Norham, pagi itu.

“Dia teman lama dan penulis yang sangat produktif,” pujinya.

Pertemuan yang semula mengharukan ini akhirnya berakhir bahagia. “Sangat menyenangkan karena sudah lama tidak bertemu, sosoknya tetaplah seperti yang saya kenal, jokenya selalu kaya dengan ide-ide baru dan terlihat sudah mempersiapkan diri untuk menuju jalan pulang,” ujar HAM lirih.

“Kami bercanda dan tetap saling menaruh rasa hormat,” tutup HAM. ***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.