Hari ini, 25 Desember, 51 tahun yang lalu, Jefridin Hamid lahir dalam suasana prihatin. Semula dunia tak mengenalnya. Namun dengan kegigihannya, kini lelaki tersebut menjadi salah satu arus utama yang menentukan arah pembangunan Batam.
Saat ini orang mengenal Jefridin sebagai Sekretaris Daerah Kota Batam. Tugasnya membantu Walikota Batam menyusun kebijakan dan mengkoordinasikan Organisasi Perangkat Daerah (dinas dan lembaga teknis) Kota Batam.
Dalam struktur jabatan aparatur sipil negara (ASN), Sekda dapat disebut jabatan paling puncak dalam pola karier ASN daerah.
Karena itu, seorang Sekda diangkat dari ASN yang memenuhi persyaratan, sebab kedudukannya juga sebagai pembina PNS di daerahnya.
Kesuksesan ibarat gunung es, selalu mulus dan indah di puncak, namun kita tak tahu bagaimana keras dan tajamnya yang tersembunyi dalam air itu.
Sebagaimana orang bijak berkata, “Kita hari ini adalah apa yang telah kita lakukan di masa lalu.”
Jefridin lahir di Selatpanjang, Riau dari keluarga pas-pasan. Untuk bisa terus menyintas hidup, Jefridin muda harus banting tulang melewati ganasnya kehidupan di Riau.
“Saya hidup bersama Mak dan Bapak sejak lahir sampai kelas 3 SMP. Usia SPG dan Kuliah saya merantau dan sejak itupula berpisah dengan kedua orang tua tercinta Kakak dan kedua adik saya,” kenangnya suatu ketika.
Meski pas-pasan, Jefridin selalu dididik dengan nilai-nilai luhur. Ibundanya yang dia panggil “Mak”, selalu menekankan pentingnya kejujuran dan hidup penuh rasa syukur dan mengasihi sesama.
“Waktu kecil Mak mendidik saya, kakak dan adik-adik jadi orang sederhana. Mak dan Bapak mendidik saya untuk selalu berhemat dan berbagi dengan sesama yang membutuhkan,” jelasnya.
Karena didikan ini, setelah dewasa kelak, Jefridin memiliki rasa sosial tinggi. Yang paling penting, dia pantang menjadi biang kerok di lingkungannya.
“Itu juga pesan orang tua. Beliau selalu berpesan jangan usik orang lain. Jika saya berkelahi dengan teman sebaya Mak dan Bapak tak pernah menyalahkan orang lain pasti yang salahkah adalah saya. Itulah yang membuat saya takut berkelahi waktu kecil,” ujarnya.
Tak lupa kedua orang tuanya juga menekankan nilai-nilai agama, layaknya keluarga muslim Melayu di Riau.
“Mak dan Bapak akan marah besar jika saya meninggalkan atau lalai melaksanakan salat lima waktu dan puasa di bulan Ramadan,” ungkapnya.
Kebiasaan di atas tersebut selalu dia bawa dan laksanakan saat merantau menuntut ilmu ke Bangkinang dan Pekanbaru. Hingga saat ini, di puncak suksesnya, dia turunkan ajaran tersebut kepada dua buah hatinya, Melgie Riyan Utami dan Muhammad Wildan Riyansyah, setelah menikah dengan Hj Hariyanti Jefridin, kembang kampus di Universitas Islam Riau, dulu.
“Kami berdua adalah aktivis. Saat itu saya ketua Badan Eksekutif Mahasiswa, dan ibu adalah bendahara,” ujarnya sambil tersenyum, mengenang pertemuan dengan dara yang kini menjadi ibu dari anak-anaknya itu.
Sopandi Bathin Galang, teman main Jefridin juga mengisahkan bagaimana Jefridin saat kecil dahulu.
“Bang Jefridin ni orang yang gigih, kalau balik kampung waktu kuliah, selalu bantu orang tuenye bekerja di kilang (pabrik) papan, macam macam pekerjaan dilakukannye, dan ibunye bang Jefridin berjualan di sekolah untuk memenuhi kebutuhan keluarga,” jelasnya.
Bagi Sopandi, kenangan paling dahsyat yang dia resap hingga kini, saat menikmati mi buatan ibunda Jefridin, saat istirahat belajar di sekolah.
“Yang saye ingat mi siam buatan ibu Tina (panggilan ibunda Jefridin) paling sedap waktu kami sekolah dulu,” kenangnya.
Untuk membantu ibunda, lanjut Sopandi, waktu SD Jefridin juga jualan es dan kue dadar (kue dado) keliling kampung. Kue yang dia jual adalah buatan ibundanya.
“Dulu jalan masih tanah. Ajap (susah) kalau ke sekolah,” sambungnya.
Sopandi juga mengisahkan masa-masa kakak tingkatnya saat kulah dulu. Jefridin harus nyambil bekerja untuk bantu uang kuliah.
“Waktu kuliah, bang Jefriden ni aktivis kampus, dan die selalu membuat kegiatan pemuda di kampung Bokor kalau waktu libur kuliah,” jelasnya.
Karena terbiasa hidup pas-pasan dan kerja keras, membuat Jefridin lebih tangguh menghadapi kehidupan. Hingga kemudian memutuskan hijrah ke Batam.
Bahkan saat pertama membina rumah tangga, dia pun menjadi tukang ojek, untuk menambah penghasilannya sebagai guru Bahasa Indonesia di Sekolah Kartini Batam.
Dari mengojek inilah dia bisa membangun tapak rumahnya di Tanjunguma.
Kini setelah waktu berlalu, meski sudah menjabat sebagai Sekda Kota Batam, namun Jefridin tak melupakan teman-temannya masa kecilnya dulu.
“Kite main kombet (perang-perangan) dalam kebun getah (karet), main gasing, main layang-layang. Asyik jike dikenang masa kecil dulu,” ujarnya.
Selamat ulang tahun Pak Sekda, semoga makin sukses dan jaya.
——–
“Pergi ke nagoya membeli baju
Baju dibeli untuk suami tercinta
Selamat bertambahnya umur suamiku
Dan aku semakin cinta
???.”
Demikian pantun ucapan selamat ulang tahun dari Hariyanti Jefridin, yang dia kirim untuk suami tercintanya pagi ini. So sweeeeeeeet.